-->

Tentang Cinta Dan Paradigma Atasnya

Tentang Cinta Dan Paradigma Atasnya
Tentang Cinta Dan Paradigma Atasnya
Tentang cinta dan paradigma atasnya. Orang-orang mengatakan bahwa kisah-kisah tentangnya akan selalu mendampingi hidup-hidup kefanaannya manusia. Sama seperti kisah-kisah dunia mistis, penuh misteri, tiada habis karena abstraknya tak bisa kunjung ditangkap akal sehat. Mahaguru Semesta kita pernah mengajarkan, kelak hakikatnya akan dirasa jika kefanaan kita berakhir, menuju masa kekekalan, masa kehakikian.


Orang-orang mengatakan, mereka yang diliputi cinta merasakan warna-warni indah cahaya hidupnya, lalu membutakannya. Orang-orang mengatakan, mereka yang dipeluk cinta merasakan digelitik jiwanya lalu menghasilkan senyuman-senyuman gila dan sunyi. Orang-orang mengatakan, mereka yang dibuai cinta merasakan mabuk tanpa sadar, yang membuatnya sempoyongan dari nalar akal sehat.

Uniknya setiap Muslim yang ditanyakan kepadanya; “apa menurutmu cinta yang hakiki itu?”, mereka menjawabnya dengan; “cinta kepada Maha Pencipta Cinta”, kemudian dilanjutkan dengan jawaban “cinta kepada makhluk yang paling dicintai Maha Pencipta Cinta, cinta kepada orang yang pertama kali mengajarkan cinta ketika kelopak mata kita mulai membuka dan menyambut dunia, dan cinta kepada semua makhluk yang diciptakan Maha Pencipta Cinta dengan cintaNya”. Unik, karena seringkali jawaban tersebut dilupakan kemudian mereka bertindak sesuatu yang berseberangan dengan jawaban cinta mereka. Kebanyakan menjerumuskan dirinya dalam kesemuan definisinya. Roboh benteng pertahanan imannya akan cinta hakiki. Terpukau pada paradigma cinta keduasejolian yang dibangun buaian nikmat fana, paradigma yang diwariskan turun-temurun membudaya dan membiaskan wahyu-wahyu.

Pernahkah kamu dirayu-rayu dalam sadar atau tidak oleh janji-janji manis bahkan syurgawi agar mau menyambut uluran tangan yang penuh bunga-bunga merah merekah? Atau, pernahkan kamu digoda-goda dalam sadar atau tidak untuk berikutnya menaruh nyaman serta simpati kepada penggoda itu dan melabuhkan cinta untuk menali dua hati? Atau pernahkan kamu ditawari dalih kekosongan ruang hati untuk kamu isi dengan suara-suara dan bayangan-bayanganmu yang menari-nari di pelupuk memori? Indah, membutakan, menggelitik, dan memabukkan, seandainya saja kita tidak segera menampar kesadaran kita untuk terjaga dan tetap berjaga.

Terjaga dan tetap berjaga, karena kita –sebagai seorang Muslim/Muslimah- diajarkan oleh Mahaguru Semesta kita tentang ikhlas dan berkah dalam fase-fase hidup kita. Termasuk dalam menyikapi dan membangun cinta. Ikhlas, karena dengan ikhlas berarti kita melepaskan semua topeng-topeng dan kotoran-kotoran yang ikut serta dalam proses terbentuknya cinta. Berkah, karena kualitas berkahlah yang bisa menghapus salah-salah lampau dan membangun kehakikian untuk radius yang meluas dan dalam jangka waktu yang panjang, kelak hingga masa kekekalan. Dua nilai mendasar itulah yang membuat kita memiliki pilihan yang terbaik untuk mengekspresikan dan merayakan cinta kita.

Dua itulah yang kemudian membuat seorang guruku pernah mengatakan; “dengan cara pacaran ataupun tidak, kita insyaa-Allaah akan tetap bertemu dengan jodoh kita, hanya saja yang membedakan adalah kualitas berkahnya”. Atau seorang guruku yang lain, yang pernah mengajarkan bahwa bersatunya dua hati yang didasari asas ‘kedaruratan’ biologis-psikis-sosial-ekonomis itu masih belum cukup dinilai ‘luar biasa’ dibanding mereka yang mendasarinya juga dengan cita-cita untuk membangun peradaban yang mulia melalui keturunan-keturunan mereka. Ada visi kuat untuk ummat yang ditanamkan di sana. Kualitas berkah, yang membuat seorang Muslim/Muslimah tidak asal-asalan dalam mengekspresikan dan merayakan cinta. Tidak seperti tokoh Robin Hood yang mencuri untuk kemudian ber-infaq membagikan hasil curiannya pada kaum papa, kualitas berkah memastikan seorang Muslim/Muslimah memberikan yang terbaik dari proses yang dilalui dengan cara terbaik pula. Kualitas berkah yang membuat seorang Muslim/Muslimah punya rencana yang matang terhitung dan tidak salah langkah serta menetapkan diri untuk sadar, terjaga dan tetap berjaga.

Subhaanallaah, Dialah Allah, Maha Pencipta Cinta yang Maha Adil. Karena janji Allah itu niscaya dan niscaya. Dan ketika seorang Muslim/Muslimah memancangkan keyakinannya atas Kemahaadilan Allah, tidak seharusnya ada yang membuat dia khawatir tentang labuhan cintanya. Ketika seorang Muslim/Muslimah mengikrarkan keimanannya dalam pengakuan jiwa-raganya, tidak sepantasnya dia mengambil langkah identitas kegalauan. Namun berikutnya bertindak atas dirinya, menghiasi dirinya dengan kebajikan-kebajikan agar layak mendapatkan pemberian Allah yang terbaik dan terpantas baginya.

Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah keharibaan Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhaiNya” (Al-Fajr : 27 - 28)

Yogyakarta, 26 Oktober
di hari-hari yang penuh cinta, anugerah Pencipta Cinta


*) Penulis hanya pernah mengetahui, pernah belajar dari jejak-jejak yang dibuat orang lain di atas sejarah cintanya, pernah sedikit mengalami kasusnya, pernah dibukakan inderanya untuk merasakan luas dan dalamnya hakikat yang terkandung dari peristiwa-peristiwa cinta.


Inspirasi;
- Al-Qur’aan Al-Kariim;
  • Al-Baqarah : 165
  • Aali ‘Imran : 14, 31
  • Al-Maa-idah : 54
  • At-Taubah : 24
  • Ar-Ra’du : 19
  • An-Nahl : 107
  • An-Nuur : 26
  • Al-Hujuraat : 7
  • Al-Ahzaab : 59
  • Ar-Rahmaan
  • Al-Hasyr : 8-10
  • Al-Fajr : 27 – 28
- Ceramah Ustadz Salim A. Fillah, Ustadz Cahyadi Takariawan, Ustadz Darul Falah, dan Asaatidz lainnya yang tak terekam keterbatasan memori
- Peristiwa-peristiwa kehidupan
- Cinta Hakiki, Ebith Beat A
- Mewangi Bunga Dunia, Tazakka
- Where True Love Goes, Yusuf Islam

Advertisement