-->

Inilah Hikmah Iktikaf Sepuluh Hari Terakhir Di Bulan Ramadhan

Inilah Hikmah Iktikaf Sepuluh Hari Terakhir Di Bulan Ramadhan
Inilah Hikmah Iktikaf Sepuluh Hari Terakhir Di Bulan Ramadhan

Muhammad Abduh Tausikal (dalam rumaysho.com) menjelaskan bahwa  Iktikaf atau I’tikaf dalam bahasa Arab berarti iqomah (berdiam). Berdiam di sini bisa jadi dalam waktu lama maupun singkat. Dalam syari’at tidak ada ketetapan khusus yang membatasi waktu minimal I’tikaf.

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “I’tikaf dalam bahasa Arab berarti iqomah (berdiam). … Setiap yang disebut berdiam di masjid dengan niatan mendekatkan diri pada Allah, maka dinamakan i’tikaf, baik dilakukan dalam waktu singkat atau pun lama. Karena tidak ada dalil dari Al Qur’an maupun As Sunnah yang membatasi waktu minimalnya dengan bilangan tertentu atau menetapkannya dengan waktu tertentu.” Lihat Al Muhalla, 5; 179.
 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ya’la bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata,
إني لأمكث في المسجد الساعة ، وما أمكث إلا لأعتكف
Aku pernah berdiam di masjid beberapa saat. Aku tidaklah berdiam selain berniat beri’tikaf.” Demikian menjadi dalil Ibnu Hazm dalam Al Muhalla 5: 179. Al Hafizh Ibnu Hajr juga menyebutkannya dalam Fathul Bari lantas beliau mendiamkannya.
 Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187). Ibnu Hazm berkata, “Allah Ta’ala tidak mengkhususkan jangka waktu tertentu untuk beri’tikaf (dalam ayat ini). Dan Rabbmu tidaklah mungkin lupa.” Lihat Al Muhalla, 5: 180.
Al Mardawi rahimahullah mengatakan, “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat).” (Al Inshof, 6: 17)

Lalu apa hikmahnya i'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan?

Muhammad Mutawai Sya’rawi (dalam Anda Bertanya Islam Menjawab) menjelaskan bahwa pada akhir Ramadhan disunnahkan melakukan ibadah i'tikaf yaitu tinggal di suatu masjid jami dan tidak berhubungan dengan makhluk. Niat keluar dari rumah menuju masjid. Meninggalkan keluarga dan rumah tangga untuk munajat kepada Illahi Rabbi. Menyendiri, menyepi, bertapa hanya kepada Allah swt. menikmati hubungan batin antara makhluk dengan Khaliknya. Mengisi dan menguatkan jiwa agar penuh iman, takwa, bakti, rida. Kemudian kembali ke masyarakat dengan semangat dan tenaga baru. Membiasakan diri meninggalkan keluarga dan segala macam kesibukan, sebagai satu persiapan keberangkatan menunaikan ibadah haji yang merupakan perjalanan badaniah dan rohaniah, meninggalkan keluarga, harta benda, anak-anak dan rumah tangga.


Sumber Pustaka:
Sya’rawi, Muhammad Mutawai.  2007. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan Oleh: Abu Abdillah Almansyur. Jakarta. Gema Insani.
Tuasikal, Muhammad Abduh. 2013. I’tikaf di Malam Hari, Siangnya Kerja. (online). (Diakses 12 Juli 2015, rumaysho.com)


Advertisement