-->

Mengapa Manusia Membuat Kerusakan dan Pelanggaran Hukum?

Mengapa Manusia Membuat Kerusakan dan Pelanggaran Hukum?
Mengapa Manusia Membuat Kerusakan dan Pelanggaran Hukum?


Mengapa Manusia Membuat Kerusakan dan Pelanggaran Hukum?

Pertanyaan:
Mengapa manusia suka membuat kerusakan dan melanggar hukum? Apakah itu sudah menjadi ketetapan Allah?

Jawab:
Suatu pelanggaran hukum atau perbuatan merusak di muka bumi ini yang dilakukan manusia tidak akan terjadi kecuali pada sasaran yang bisa dijangkau oleh tangan manusia, yang tidak terjangkau akan berjalan serasi dan seimbang, tidak pernah rusak, terganggu, atau terlambat. Matahari, bulan, bumi, atau seluruh planet misalnya, semua berjalan dengan tetap dan mantap. Karenayang mengatur bukan manusia tetapi Allah swt.

Dari sini, lahirlah masalah yang sejak dulu selalu mengganggu pikiran manusia. Apakah amal perbuatan manusia sudah ditentukan atau atas pilihannya sendiri.

Manusia diberi hak dan kemampuan memilih dalam soal alam, soal kehidupan, atau dalam urusan gaib dan dalam menjalankan perintah serta larangan yang dibebankan kepadanya walaupun dia tidak mengetahui hikmahnya.

Tidak mungkin manusia dipaksa dalam soal perintah atau larangan kecuali dalam hal yang manusia mampu dan bebas memilih, yaitu pilihan melakukan dan pilihan meninggalkan. Karenanya, pelanggaran atau kerusakan terjadi pada sasaran yang terjangkau pilihan manusia. Yang manusia tidak mampu, paksaan (jabariyah) mesti baik, serasi, teratur dan tertib. Misalnya, manusia tidak akan bisa mengatur denyut jantung dengan tangannya. Bila dia tidur atau tidak sadarkan diri, denyut jantungnya tetap melakukan tugas dengan baik dan teratur.

Firman-Nya,
"Barangsiapa ingin beriman biarlah ia beriman dan barangsiapayang ingin kafir biarlah ia kafir." (al-Kahfi: 29)

Ayat ini memberi pengertian kepada kita bahwa masalah iman dan kekafiran termasuk masalah pilihan yang tidak ada paksaan bagi manusia.

Allah swt. memberi hidayah bimbingan kepada siapa yang  dikehendakinya, tetapi dengan ketentuan orangnya tidak kafir tidak zalim, dan tidak durhaka pada Islam

 "Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang kafir." (al-Baqarah: 264)

"Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (al-Baqarah: 258)

 "Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yangjasik." (al-Maa'idah: 108)

"Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki- Nya kepada jalan yang lurus." (al-Baqarah: 213)

Ayat ini memberi makna bahwa Allah memberi petunjuk bagi yang menghendaki petunjuk, dipermudah oleh Allah jalan mencapai hidayah itu, selama kehendak mencapai hidayah itu ada pada diri orang itu dan dia berupaya mencapainya.

Hati manusia mengandung dua unsur kekuatan, yang saling berlawanan. Kekuatan kebaikan dan kejahatan.

Firman-Nya,
"Dan jiwa serta penyempurnaan ciptaan-Nya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kejasikan dan ketakwaannya." (asy-Syams: 7-8)
Allah swt. menetapkan bahwa kelahiran manusia, bentuk serta organ tubuhnya adalah ketentuan Allah. Tetapi Allah menjadikan soal keimanan adalah pilihan manusia. Mengapa? Karena Allah swtmenghendaki agar hamba-Nya datang kepada- Nya dengan keimanan walaupun hamba itu bisa memilih kekafiran. Allah ingin agar hamba itu taat dan patuh pada-Nya dengan pilihannya sendiri meskipun hamba itu mampu mendurhakai.

Manusia tidak dituntut untuk melepaskan diri dari sifatsifat kemanusiaannya kemudian menjadi malaikat. Tidak punya syahwat dan tidak menikmati kelezatan tubuh dengan aneka keindahan alam dan kehidupan.

Manusia dituntut agar memuliakan dan menghargai dirinya dengan memelihara keseimbangan dan berlAndaskan pokok- pokok ajaran Allah. Tidak dituntut mengamalkan secara maksimal dan juga tidak dibenarkan mengabaikan dan meninggalkannya secara keseluruhan. Setiap nafsu mempunyai kadar kemampuan dan kekuatannya.

Firman Allah swt.,

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupan. la mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya, dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...." (al-Baqarah: 286)

Firman-Nya lagi,

"Orang yang mampu hendaknya memberi nafkah menurut kemampuannya." (ath-Thalaaq: 7)

Seorang yang bertanya tentang hukuman Allah terhadap pelanggaran atau dosa yang dilakukannya, sesungguhnya pada diri orang itu terdapat sifat kebaikan. Kita tidak boleh menghalangi atau mencegah dia mengembangkan sifat kebaikan yang ada pada dirinya. Sebaliknya, justru harus berupaya raenumbuhkan perasaan dan watak kebaikan yang dimiliki dalam batinnya. Kita harapkan dia dapat jujur dan kembali kepada Allah dengan hati yang bersih. Semoga Allah swt. Memaafkan dan mengampuninya.

Firman Allah,
"Dia (Allah) tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya." (az-Zumar: 7)

Firman-Nya lagi,
"Sedang Allah tidak menyukai kebinasaan." (al-Baqarah: 205)


Sumber Pustaka:
Sya’rawi, Muhammad Mutawai.  2007. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan Oleh: Abu Abdillah Almansyur. Jakarta. Gema Insani
Advertisement