( Kebiasaan mendengarkan lagu-lagu Atau
Al'qur'an)
Tatkala masih dibangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam
lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar doa ibuku saat pulang dari keluyuran
dan begadang malam.
Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang
panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim
dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh heran, bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri
:“Alangkah sabarnya mereka, setiap hari begitu, benar-benar mengherankan! ”
Aku belum tahu bahwa disitulah kebahagiaan orang mukmin dan itulah
shalat orang orang pilihan. Mereka bangkit dari tempat tidurnya untuk munajat
kepada Allah.
Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang
matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah padahal berbagai nasehat selalu
kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu. Setelah tamat dari pendidikan, aku
ditugaskan di kota yang jauh dari kotaku.
Perkenalanku dengan teman-teman sekerja
membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing. Disana, aku tak
mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang
membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari
lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati. Aku ditugaskan mengatu lalu
lintas di sebuah jalan tol.
Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang
membutuhkan bantuan. Pekerjaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan
tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan
sering melamun sendirian, banyak waktu luang, pengetahuanku terbatas. Aku mulai
jenuh, tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir
tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu
kecopetan atau bentuk-bentuk penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas.
Sampai suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang hingga kini tak
pernah aku lupakan. Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas
disebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol, tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara
benturan yang amat keras.
Kami mengedarkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan
mobil lain yang meluncur dari arah yang berlawanan. Kami segera berlari menuju
tempat kejadian untuk menolong korban. Kejadian yang sungguh tragis.
Kami lihat dua awak salah satu mobil dalam kondisi kritis. Keduanya
segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah. Kami cepat-cepat
menuju mobil satunya.
Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan.
Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma.
Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat. Ucapkanlah “Laailaaha
Illallaah Laailaaha Illallaah” perintah temanku. Tetapi sungguh mengerikan,
dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.
Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat. Kembali
ia menuntun korban itu membaca syahadat. Aku diam membisu. Aku tak berkutik
dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang
sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun
keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi keduanya
tetap terus saja melantunkan lagu. Tak ada gunanya, Suara lagunya terdengar semakin
melemah, lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul
orang kedua. Tak ada gerak, keduanya telah meninggal dunia. Kami segera membawa
mereka ke dalam mobil. Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatahpun. Selama
perjalanan hanya ada kebisuan. Hening…
Kesunyian pecah ketika temanku mulai bicara. Ia berbicara tentang
hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata “Manusia
akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk..
Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya
selama di dunia.
”Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang
diriwayatkan dalam buku-buku islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan
mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.
Perjalanan kerumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang
kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami
sedang membawa mayat. Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini
benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat khusyu’
sekali.
Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu. Aku kembali
pada kebiasaanku semula.
Aku seperti tak pernah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak
kukenal beberapa waktu yang lalu.
Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang
namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala.
Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pernah kudengar dari dua orang yang
sedang sekarat dahulu. Kejadian yang menakjubkan.!.
Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu, sebuah kejadian
menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya
dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri
dibelakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan
kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung
tersungkur seketika. Aku dengan seorang kawan, bukan yang menemaniku pada peristiwa pertama cepat-cepat menuju tempat
kejadian.
Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit
agar langsung mendapat penanganan. Dia masih sangat muda, wajahnya begitu
bersih. Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak
sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu.
Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan
suara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan suara amat lemah.
“Subhanallah..! Dalam kondisi kritis seperti itu ia masih sempat melantunkan
ayat-ayat suci Al-Qur’an? Darah mengguyur seluruh pakaiannya, tulang-tulangnya
patah, bahkan ia hampir mati. Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan
ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu.
Selama hidup, aku tak pernah mendengar bacaan Al-Qur’an seindah itu.
Dalam batin aku bergumam sendirian “Aku akan menuntunya membaca syahadat
sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu. Apalagi aku sudah punya
pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.
Aku dan kawanku seperti terhipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an
yang merdu itu. Sekonyong-konyong sekujur tubuhku merinding, menjalar dan
menyelusup ke setiap rongga.
Tiba-tiba, suara itu terhenti. Aku menoleh kebelakang. Kusaksikan dia
mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku
melompat ke belakang. Kupegang tangannya, degup jantungnya, nafasnya, tidak ada
yang terasa.
Dia telah meningal. Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes,
kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku
kalau pemuda itu telah meninggal.
Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku.
Aku terus menangis air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul
sangat mengharukan.
Sampai di rumah sakit.
Sampai di rumah sakit.
Kepada orang-orang di sana, kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu
dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata.
dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata.
Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri
jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum
mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi
penghormatan terakhir kepada jenazah. Semua ingin ikut menyolatinya.
Salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut
mengantar jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya
mengisahkan, ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya
di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari senin.
Di sana almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang
miskin. Ketika terjadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula,
buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.
Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian.
Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang dia santuni. Bahkan juga
membawa permen untuk dibagikan kepada anak-anak kecil.
Bila tiba saatnya kelak, kita menghadap Allah Yang Perkasa. hanya ada
satu harap, semoga kita menjadi penghuni surga. Biarlah dunia jadi kenangan,
juga langkah-langkah kaki yang terseok, di sela dosa dan pertaubatan.
Hari ini, semoga masih ada usia, untuk mengejar surga itu, dengan
amal-amal yang nyata : “memperbaiki diri dan mengajak orang lain taat kepada
Allah“
Allah Swt berfirman:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu
tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”.(QS. Al-Imran :185)
Rasulullah Saw telah mengingatkan dalam sabadanya, “Barangsiapa yang
lambat amalnya, tidak akan dipercepat oleh nasabnya.”
Saudaraku Siapa yang tau kapan, dimana, bagaimana, sedang apa, kita
menemuai tamu yang pasti menjumpai kita, yang mengajak menghadap Allah
SWT, Orang yang cerdik dan pandai adalah yang senantiasa mengingat kematian dalam
waktu waktu yang ia lalui kemudian melakukan persiapan persiapan untuk
menghadapinya
Sumber: Whatsapp
www.fastabiq.com
Advertisement