IJTIHAD
Pertanyaan:
Sekarang
timbul lagi masalah ijtihad. Ada yang menghendaki pintu ijtihad supaya dibuka,
ada yang menghendaki tetap tertutup. Ada juga yang menyarankan agar dilakukan
ijtihad dalam masalah-masalah yang pernah disepakati kaum muslimin
sebelumnya.
Mereka menghendaki perubahan hukum sesuai tuntutan zaman, seperti misalnya
bunga bank atau lainnya.
Apa
pendapat yang tepat dalam masalah ini?
Jawab:
Tujuan
dari petunjuk, bimbingan, dan ajaran Allah ialah inemelihara kelestarian alam
dan seluruh makhluk isinya agar lidak terjadi benturan-benturan, kerusakan,
atau kehancuran.Untuk kepentingan itu, pasti ada perintah dan larangan. Apa
yang tidak termasuk perintah dan larangan, tergolong dalam lingkungan
dibolehkan atau mubah. Lingkungan dibolchkan atau mubah tidak menimbulkan
sesuatu pengaruh yang merugikan. Kalau saja ada pengaruhnya, tentu sudah
beralih kepada perintah atau larangan (wajib atau haram). Perintah dan larangan
terbagi dalam dua
bentuk,
Pertama,
suatu nash hukum yang jelas dan tegas tidak mungkin bisa
dikeluarkan dari lingkungan "perintah dan larangan". Tidak boleh ada
upaya ijtihad untuk mengubahnya.Kalau terjadi perubahan, hukum dunia akan rusak
binasa.
Kedua,
termasuk juga dalam lingkungan "perintah dan
larangan" tetapi ketetapan hukumnya kurang jelas dan tegas dan
memungkinkan bagi akal untuk membahasnya. Dalam hal yang tergolong bentuk kedua
ini, ijtihad untuk memahami
ketetapan hukum
itu dapat diterima dan tidak akan merusak kelestarian alam semesta. Tetapi
syarat-syaratnya harus dipenuhi.
Ketetapan
hukum dari seorang mujtahid yang memenuhi persyaratan, akan menentukan dan
memastikan syariat pengamalannya. la tidak boleh mengatakan bahwa inilah yang
hak, yang lain batil. Dia harus mengatakan bahwa ini yang benar,
tetapi bisa juga
keliru atau salah. Dan yang lain itu mungkin mengandung kebenaran.
Pendapat
yang berbeda perlu dihormati.
Tanya:
Mohon
contoh masalah perbedaan pendapat seperti itu.
Jawab:
Setelah
selesai Perang Alizab, kaum muslimin merasa letih dan bersiap akan beristirahat.
Allah swt. mewahyukan agar kaum muslimin jangan beristirahat. Rasulullah
menyampaikannya dalam ucapan beliau yang terkenal,
"Barangsiapa
beriman hepada Allah dan hari akhir janganlah shalat ashar kecuali di
perkampungan Bani Quraidhah."
Pasukan
muslimin segera berangkat ke perkampungan Bani Quraidhah. Dalam perjalanan
mereka memperkirakan akan habis waktu ashar sebelum mereka sampai. Sebagian
dari mereka shalat ashar. Sebagian lagi berpendapat bahwa sabda Rasulullah
berarti suatu keharusan shalat ashar di perkampungan Bani Quraidhah dan tidak
boleh shalat ashar di tempat lain.
Timbul
dua pendapat. Sebagian berpegang dari segi waktu, sebagian berpegang dari segi
tempat. Mendengar itu, Rasulullah saw. membenarkan kedua-duanya.
Dari
ketetapan Rasulullah tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila suatu
ketetapan hukum mengandung unsure ijtihad, tiap pendapat dari seorang mujtahid
yang memenuhi persyaratan dapat dianggap benar.
Contoh
lain, ketetapan Al-Qur'an dalam masalah wudhu.
Firman-Nya,
"Hai
orang-orang yang beriman, apahila karnu hendak mengerjakan shalat, basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki...."(al-Maa'idah: 6)
Muka
tidak disebut batasnya karena tidak akan ada beda pendapat mengenai batas-batas
muka, tangan, ditentukan sampai siku. Kalau tidak disebut dengan jelas, bisa
menimbulkan perbedaan penafsiran. Ada yang mengatakan pengertian tangan
sampai siku, atau
sampai lengan atau tapak tangan. Sebab menurut istilah bahasa, ketiganya
disebut tangan juga.
Mengusap
kepala disebut bi-ruusikum, didahului dengan bi yang berarti
sebagian. Kalau yang dikehendaki seluruh kepala atau seperempat kepala,
tentu sudah ditegaskan.
Pada dasarnya, hukum itu membuka kesempatan untuk
berbeda pendapat
dan beda penafsiran, asal tidak keluar dari batas hukum itu sendiri, seperti
mengenai bi itu.
Ketetapan
hukum yang sudah jelas dan tegas tidak dapat lagi diijtihadkan apalagi dengan
alasan kebutuhan zaman yang sudah tidak sesuai sehingga produk hukum itu
dianggap tak sesuai lagi atau perlu pembaruan.
Kalau
alasan perubahan itu diterima, berarti ketetapan hukum itu yang mengatur adalah
zaman.
Syariat
Allah bertujuan meningkatkan kebutuhan zaman untuk kepentingan manusia. Bukan
mengurangi atau menurunkan kualitas hukum demi keperluan, kebutuhan, dan
kepentingan masyarakat yang makin merosot atau makin mundur
iman, akhlak, dan
ibadahnya.
Sekarang
ijtihad sudah diracuni orang-orang yang tidak paham agania. Banyak orang yang
mengaku Islam (Islam KTP) dengan berani ikut-ikutan memberi pendapat dalam
soalsoal agama. Alasannya Islam itu agama yang mudah, fleksibel, tidak
merugikan, dan tidak dirugikan orang lain serta alas an Iain-lain sesuai dengan
kepentingan akal dan perutnya. Malahcelakanya lagi, mereka yang mengeluarkan
semboyan-semboyan itu.
Dalam
masalah ketetapan hukum yang masih samar-samar, untuk memastikan dan
meyakinkannya, boleh berijtihad.
Firman
Allah,
"Padahal
kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)." (an-Nisaa':
83)
Ulil
Amri ialah tokoh-tokoh sahabat clan para cendekiawan di antara mereka. Kalau
hanya pedomannya orang yang pAndai berbicara bisa menetapkan hukum,
pembicaraannya pasti akan
keluar dari
lingkup fatwa. Yang bisa berfatwa tentang masalah kedokteran adalah dokter,
yang bisa tentang teknik orang teknik, yang bisa berfatwa masalah hukum sudah
pasti orang hukum. Begitu pula yang bisa berfatwa tentang urusan agama tentu
orang yang punya ilmu agama.
Firman
Allah,
"Karena
itu bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak
mengetahui." (an-Nahl 43).
Pertanyaan:
Kami
sering mendengar bahwa Islam itu milik semua golongan boleh membahasnya.
Bagaimana itu?
Jawab:
Memang
benar agama Islam milik seluruh umat Islam. Tetapi supaya diketahui bahwa agama
Islam itu untuk dianut dan diamalkan. Bukan semua orang Islam membahas ilmu dan
hukumnya.
Kedua
persoalan yang berbeda jangan dicampur aduk. Banyak sekali umat Islam yang
dangkal atau tidak tahu sama sekali tentu ilmu agamanya.
Oleh
sebab itu, diperlukan orang-orang yang mengkhususkan diri mendalami ilmu agama.
Dulu
orang mengkhususkan diri dalam bidang ilmu tertentu, misalnya bacaan Al-Qur'an,
faraidh, tafsir, dan Iain-lain.Sehingga mereka mampu dan ahli dalam bidangnya
masinginasing.
Perlanyaan:
Apa
yang seharusnya dilakukan bila timbul suatu perkara (kejadian) yang belum
pernah ada pada zaman dahulu?
lawab:
Kalau ada ketetapan hukumnya dalam syariat, tidak
boleh
berijtihad lagi.
Kita pakai ijtihad ulama-ulama dulu, kita harus menghormati pendapat-pendapat
ulama itu, apabila pendapatnya didukung oleh bukti-bukti dan dalil-dalil yang
masuk akal dan bisa diterima. Apabila ada dua ijtihad yang berbeda, kita
ambil salah
satunya yang tidak akan menimbulkan keburukan, kecuali kalau ada kesepakatan
bahwa hasil ijtihad tersebut adalah yang paling benar dan yang lain batil.
Pertanyaan:
Apakah
masa sekarang ini kita boleh melakukan ijtihad
secara
perorangan?
Jawab:
Tidak
boleh! Masyarakat antarbangsa stidah semakin dekat.Para ulama seluruh dunia
bisa dengan mudah berkumpul. Sebaiknya para ulama mujtahid bertemu, bersatu
berpendapat dalam membahas kepentingan agama untuk segala zaman dan tempat Juga
untuk menyanggah pendapat-pendapat orangorang yang berusaha menghalangi
kelancaran agama Allah.Jangan sampai orang-orang yang tidak senang kepada Islam
menilai bahwa
ulama-ulama kaum muslimin tidak bisa bersatu pendapat dalam menentukan hukum
agama.
Pertanyaan:
Bagaimana
sikap musuh-musuh Islam dengan adanya beda pendapat di antara kita?
Jawab:
Gembira
sekali, mereka sangat senang apabila antarumat Islam selalu berselisih terus.
Mereka tidak senang akan kemurnian Islam dalam bidang hukum. Beda pendapat dan
selisih di kalangan ulama Islam dijadikan alasan untuk menjauhi
agama dan
meremehkannya. Menurut pendapat saya, sebaiknya kita tetapkan dan perkokoh
soal-soal pokok yang sudah disepakati.
Masalah
furuiah (bukan utama), kita pisahkan sebagai upaya ijtihad. Sebab,
masalah furu' bukan pokok agama, apabila dilakukan ijtihad tidak akan
menimbulkan kemudharatan bagi gerak kehidupan beragama. Kalau saja masalah
furu' ini akan mengganggu. Tentu Allah swt. sudah menetapkannya dengan hukum
yang jelas, pasti, dan tidak samar-samar. Janganlah kita berkelahi karena
berbeda pendapat masalah
furu' yang
mengakibatkan kita terpecah-belah, sampai-sampai saling mengafirkan. Jangan
fanatik buta dan beranggapan bahwa Islamnya-lah yang paling benar. yang lain
salah.
Janganlah
Islam diisi oleh warna-warna para mujtahid. Islam harus tetap tegak, kokoh
kuat, dan putih bersih tanpa warna. Islam adalah agama yang putih seperti air
hujan yang turun sebelum menyentuh bumi. Kalau air sudah berwarna, ia akan
diberi nama sesuai warna itu. Nanti akan ada pihak-pihak tertentu yang tidak
suka minuman berwarna. Kalau air itu tetap putih, jernih, dan murni, pasti
tidak akan ada satu makhluk manusia pun yang tidak suka.
Sumber
Pustaka:
Sya’rawi,
Muhammad Mutawai. 2007. Anda Bertanya Islam Menjawab.
Diterjemahkan Oleh: Abu Abdillah Almansyur. Jakarta. Gema Insani
Advertisement