Enggan melayani ajakan suami adalah sebuah perbuatan dosa. Namun keengganan istri melayani suami tentu saja memiliki alasan.
Sebab itulah seorang suami harus bisa memahami alasan dibalik penolakan
istrinya. Secara umum, istri kerap menolak ‘ajakan’ suami dalam kondisi seperti
berikut:
1. Istri Hamil
Postur tubuh istri yang bertambah besar ditambah adanya si
jabang bayi di dalam perut tentu agak menyulitkan melakukan senggama. Karenanya
dalam kondisi hamil, hasrat seksual istri cenderung menurun. Namun hubungan
intim selama hamil dibenarkan agama.
Dalam Fatwa-fatwa Kontemporer Tentang Problematika Wanita yang
dikarang Musa Shalih Syaraf, dibolehkan suami-istri melakukan hubungan intim,
kecuali jika ada pertimbangan kesehatan yang melarang sehingga menimbulkan
beberapa bahaya bagi istri. Yang demikian itu bisa saja dilakukan dengan meminta
saran kepada dokter spesialis kandungan, karena masa-masa kehamilan itu
dituntut mengikuti nasehat-nasehat medis.
2. Istri Capek/Lelah
Mengurus rumahtangga dan anak bukanlah perkara mudah yang bisa
dikerjakan dengan santai. Selain menguras tenaga dan waktu, pikiran pun harus
terfokus penuh pada perkembangan anak. Mulai dari bangun tidur sampai kembali
waktu tidur tiba. Tak heran jika energi istri pun terkuras tak bersisa. Apalagi
istri yang punya peran ganda. Selain sebagai ibu rumahtangga, istri pun terlibat
menopang kehidupan dapur keluarga.
Tak heran ketika ada sedikit kesempatan istirahat, mereka lebih
memilih rehat ketimbang mengurus diri sendiri, bahkan tak jarang keberadaan
suami pun terabaikan.
Maka sebagai suami bijak, sudah sepatutnya tak terburu-buru menanggapi sikap istri dengan amarah. Justru memahami kesulitan sang istri bisa menjadi jalan terbukanya komunikasi yang baik. Pada akhirnya bahkan hubungan di atas ranjang pun tak mudah terganjal.
Maka sebagai suami bijak, sudah sepatutnya tak terburu-buru menanggapi sikap istri dengan amarah. Justru memahami kesulitan sang istri bisa menjadi jalan terbukanya komunikasi yang baik. Pada akhirnya bahkan hubungan di atas ranjang pun tak mudah terganjal.
3.Istri Sakit
Dalam masalah ibadah apa pun, sakit adalah uzur yang sangat bisa
dimaklumi. Kondisi badan yang tidak fit memang tidak memungkinkan seseorang
beraktivitas. Apalagi jika sakit itu sudah amat membahayakan. Sudah sepatutnya
suami memahami kondisi ini.
4. Istri Haid
Bersenggama dalam kondisi istri sedang haid adalah haram,
sebagaimana al-Qur’an menyatakan, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haid.” (QS. al-Baqarah: 222)
Alasan di balik pengharaman ini dikarenakan darah haid itu
memiliki bau yang tidak sedap dan dapat mendatangkan beberapa penyakit yang
berbahaya bagi suami dan istri. Namun, Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, jika
ada orang yang akhirnya melakukan senggama pada waktu haid, disunnahkan baginya
bersedekah setengah atau satu dinar.
Sejatinya hubungan seks bukanlah sekedar penyaluran syahwat.
Hubungan seks antar suami-istri juga merupakan ungkapan cinta kasih agar
pondasi rumahtangga semakin kokoh.
Mengungkapkan rasa cinta tentu saja tidak bisa dengan bahasa
kasar dan memaksa. Sebab itulah hadits terkait menggunakan lafaz da’aa
(meminta, mengajak). Hal ini, bagi Lutfi, sekaligus menyanggah anggapan
kalangan yang menyatakan bahwa perkosaan dalam rumahtangga itu ada. Adapun lafaz
rajul (laki-laki, suami) sebagai subyek, tak lain merupakan ungkapan kebiasaan.
“Dalam banyak firman-Nya, Allah menggunakan lafaz sesuai
kebiasaan, misalnya was sariqu was sariqatu, laki-laki dan perempuan pencuri,
lelaki disebut lebih dulu karena yang biasa mencuri laki-laki, baru kemudian
disusul dengan perempuan, namun di tempat lain kadang perempuan dulu yang
disebutkan,” jelas ustadz yang mengenyam studi S3 di Universitas Kebangsaan
Malaysia.
Jika hubungan seks telah sama-sama dipahami sebagai kebutuhan
bersama, akan sangat mudah mengkomunikasikan segala kendala yang datang. Maka
saat uzur syar’i seperti haid jadi kendala, tentu saja keduanya tetap bisa
melakukan hubungan intim selama tidak memasuki wilayah yang dilarang (antara
pusar-lutut).
Bahkan ketika salah satu pasangan tidak mood, bisa saja gairah
dibangkitkan selama keduanya sama-sama mau terbuka membicarakannya.
Perbincangan ringan bukan tidak mungkin melahirkan candaan-candaan mesra, yang
pada akhirnya bisa membangkitkan gairah untuk bercinta.
Baca juga –Bolehkah Memaksa Isteri Berhubungan?- klik di sini
Sebuah Novel yang menyentuh jiwa dan mengajarkan kita untuk bisa mencintai pasangan kita karena berharap akan Ridho Allah Klik gambar untuk baca sinopsisnya |
Advertisement