SELALU ADA DUA HAL BERBEDA DALAM HIDUP
Oleh: Ust. Felix Siauw
Dalam hidup kita sehari-hari, dua hal berbeda yang silih
berganti adalah adalah kesenangan dan kesusahan. Bahkan menurut beberapa orang,
kalau hidup itu indah karena perbedaan tersebut.
Bayangkan kalau orang senang terus atau susah terus, tentu bukan
sesuatu yang baik. Ketika kita senang, maka kita diharapkan ingat ketika dulu
pernah susah. Dan ketika kita susah ingatlah bahwa suatu saat akan ada
kesenangan.
Hal ini seperti firman Allah SWT:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS Alam Nasyrah 5-6)
Hal penting yang perlu diperhatikan bagaimana sifat dasar
seorang manusia dalam menghadapi kedua hal tersebut. Allah SWT berfirman:
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah
dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa
kesusahan niscaya dia berputus asa.” (QS. Al Israa’ 83)
Dalam ayat ini, Allah SWT menyebutkan sifat manusia terhadap
kesenangan terlebih dahulu karena ujian terhadap kesenangan adalah lebih berat.
Dari ‘Amr bin ‘Auf r.a. berkata: Rasulullah mengutus Abu
‘Ubaidah bin al-Jarrah r.a. ke Bahrain untuk menagih pajak penduduk. Kemudian
ia kembali dari Bahrain dengan membawa harta yang sangat banyak dan kedatangan
kembali Abu ‘Ubaidah itu terdengar oleh sahabat Anshar maka mereka pun shalat
Shubuh bersama Rasulullah saw. Kemudian setelah selesai shalat mereka menghadap
Rasulullah saw maka beliau tersenyum melihat mereka kemudian bersabda, “Mungkin
kamu telah mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah yang membawa harta banyak?” Jawab
mereka, “Benar, ya Rasulullah.” Lalu Nabi saw bersabda, “Sambutlah kabar baik
dan tetaplah berpengharapan baik untuk mencapai semua cita-citamu. Demi Allah,
bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu, tetapi aku khawatir kalau
terhampar luas dunia ini bagimu, sebagaimana telah terhampar untuk orang-orang
yang sebelum kamu, kemudian kamu berlomba-lomba sebagaimana mereka
berlomba-lomba, sehingga membinasakan kamu sebagaimana telah membinasakan
mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada saat inipun bisa kita lihat. Seorang miskin apabila dia
tidak sabar maka yang dicuri adalah hape atau sepeda motor. Sedang orang yang
menjadi tersangka KPK telah didakwa dengan korupsi sampai miliard rupiah. Hal
ini menunjukkan orang tidak tahan dengan kesenangan dan kemewahan. Atau hal ini
tersebut dalam Al Quran tentang orang yang mendapat musibah di lautan akan
berdoa kepada Allah, tetapi lupa ketika sudah sampai darat.
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah
siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke
daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih”
(QS. Al Israa 67)
Secara psikologis, seorang muslim apabila ditimpa musibah maka
dia akan mendekat kepada Allah SWT dan bersabar, sedang orang yang berhasil
biasanya memiliki ego bahwa keberhasilan itu adalah karena hasil jerih
payahnya.
Kembali kepada sifat manusia jika mendapat kebahagian seperti
yang tertera pada QS. Al Israa 83. Jika mendapatkan kesenangan maka dia
memiliki dua kecenderungan yaitu berpaling dari Allah SWT dan sombong terhadap
manusia. Jika kesuksesan terjadi pada orang yang tidak beriman maka akan
memperkuat keyakinannya bahwa tidak perlu percaya kepada Allah SWT untuk meraih
kesuksesan. Mereka akan mencibirkan kaum Muslim yang rajin sholat tapi
kehidupannya masih miskin. Sedang bila keberhasilan pada orang munafik, maka
mereka berkata “Buat apa sholat? Toh saya masih bisa mendapatkan rizki dari
Allah.” Memang Allah SWT melimpahkan rizqi pada setiap manusia di dunia ini
tanpa pandang bulu apakah mereka beriman atau mengingkari.
Bagi seorang muslim, keberhasilan masih membuat dia melaksanakan
sholat dan ibadah lain. Tapi ada hal lain yang mungkin tidak kalah bahayanya,
yaitu adanya perasaan sombong terhadap apa yang didapatkannya. Apa sombong itu?
Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”
(HR. Muslim)
Hal ini yang sering sulit untuk dihindari. Orang yang sukses
terkadang sulit untuk menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang lain,
apalagi dari orang yang lebih muda, lebih miskin atau lebih rendah derajatnya.
Penolakan kebenaran tersebut biasa dibarengi dengan merendahkan orang lain,
karena dia menganggap dialah yang lebih tinggi, lebih berhasil dan lebih
berkuasa.
Demikianlah, kita semoga kita selalu bisa menjaga hati dalam
setiap keadaan.
“Alangkah menakjubkannya kehidupan seorang mukmin. Sungguh seluruh kehidupannya baik. Hal itu tidak dimiliki melainkan oleh mukmin. Jika dikaruniai kebaikan; maka ia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika ditimpa keburukan; maka ia bersabar, dan itu baik untuknya” (HR. Muslim)
“Alangkah menakjubkannya kehidupan seorang mukmin. Sungguh seluruh kehidupannya baik. Hal itu tidak dimiliki melainkan oleh mukmin. Jika dikaruniai kebaikan; maka ia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika ditimpa keburukan; maka ia bersabar, dan itu baik untuknya” (HR. Muslim)
Dan memang kita harus siap dalam setiap kondisi, seperti yang
disampaikan oleh sahabat ‘Umar bin al-Khaththab: “Kalaulah sabar dan syukur itu
ibarat dua ekor unta, maka aku tidak peduli unta mana yang aku kendarai”
(‘Uddatus Shobirin wa Dzakhiratus Syakirin hal.144)
Sumber: Muslimah Ideologis
Advertisement