Mungkin judul diatas cukup
menggelitik namun itulah yang menjadi salah satu daya tarik kepada para pembaca
untuk mau membaca isi artikel ini. Agar tidak melakukan segala sesuatu tanpa
ada dasarnya. Tanpa mau mengetahui aturan-aturannya dalam Islam
Islam sangat sempurna mengatur segala hal termasuk
hal-hal semacam ini. Seseorang yang mau belajar lebih dalam tentu akan
mengambil ibroh dari isi artikel ini.
Lantas bagaimanakah
hukumnnya menyetubuhii isteri yang telah selesai haid namun belum bersuci?
Dilansir dari konsultasisyariah.com,
“Bersetubuh dengan istri pada saat haid hukumnya haram. Berdasarkan firman
Allah, yang artinya, “Mereka bertanya tentang haid,
jawablah, ‘Haid itu kotoran, hindarilah tempat keluarnya darah haid wanita.’”
(QS. al-Baqarah: 222). Siapa yang menyetubuhi istrinya pada saat haid, maka dia
wajib ber-istighfar dan bertobat kepada Allah, dan dia
wajib bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar sebagai kaffarah (penebus) dari perbuatan yang dia
lakukan. Sebagaimana keterangan dalam riwayat Ahmad dengan sanad jayyid, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang orang yang menggauli
istrinya ketika sedang haid, “Dia bersedekah dengan satu
dinar atau setengah dinar.” Dan
sedekah dengan satu atau setengah dinar, maka itu dibolehkan.
Tidak boleh menyetubuhi istri setelah
terputusnya darah haid, tapi belum mandi. Berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Janganlah kalian mendekatinya
(jima’) sampai dia bersuci.” (QS. al-Baqarah: 222). Allah tidak
mengizinkan menggauli wanita haid sampai terputus darah haidnya dan bersuci
(mandi). Siapa yang menyetubuhi istri sebelum bersuci, maka dia berdosa dan
wajib membayar kaffarah.
Untuk itu kita nukilkan penjelasan Syaikh Mushthofa Al Adawiy Hafidzahullah. Beliau mengatakan,
‘Abdur
Rozaq meriwayatkan (1272) dari ‘Umar Hubaib dari Mujahid tentang tafsir Firman
Allah Ta’ala,
وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ ….
“Dan
janganlah kamu mendekati mereka hingga mereka suci. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang ………………”. (QS. Al Baqoroh [2] :222 )
Beliau Rohimahullah mengatakan,
“Bagi wanita ada dua kesucian,
kesucian pertama terdapat dalam firman Allah,
حَتَّى يَطْهُرْنَ
“Hingga
mereka suci”.
Yaitu jika
mereka telah mandi wajib. Sehingga suaminya tidak halal menyetubuhinya
hingga dia telah mandi wajib. Allah Subhana wa Ta’alaberfirman,
فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ مِنْ حَيْثُ
أَمَرَكُمُ اللَّهُ
“Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu”. (QS. Al
Baqoroh
[2] :222 )
Yaitu
di tempat keluarnya darah haidh. Sehingga jika suami tidak menyetubuhi istrinya
di tempat tersebut maka dia tidak termasuk orang-orang yang bertaubat dan
orang-orang yang menyucikan diri”.Riwayat ini shohih merupakan perkataan
Mujahid Rohimahullah.
Dalil lainnya adalah
‘Abdur
Rozzaq Rohimahullah (1274) mengeluarkan riwayat dari Malik
dari ‘Abdullah bin Abu Bakr, sesungguhnya Salim bin ‘Abdullah dan Sulaiman bin
Yasar keduanya bertanya tentang seorang wanita yang haidh, ‘Apakah boleh
suaminya menyetubuhinya jika wanita tersebut telah suci namun belum mandi wajib
? Beliau menjawab, ‘Tidak boleh hingga dia mandi wajib’.
Riwayat
ini shohih dari Salim dan Sulaiman[2].
‘Abdur
Rozzaq Rohimahullah (1274) mengeluarkan riwayat dari Ibnu
Juraij, dia mengatakan, ‘Seseorang bertanya kepada ‘Atho, ‘Seorang wanita yang
haid terlihat telah suci dari haidhnya namun belum mandi wajib, apakah halal
bagi suaminya menyetubuhinya ?’ Beliau menjawab, ‘Tidak hingga wanita tersebut
telah mandi wajib’.
Riwayat
ini shohih dari ‘Atho[3].
Kemudian Syaikh
Mushtofa Al ‘Adawiy Hafidzahullah menyampaikan pendapat
para ulama. Di akhir pembahasan ini beliau mengatakan,
“Aku
berpendapat, “Pendapatnya Abu Hanifah Rohimahullah merupakan
pendapat yang jauh dari dalil. Pendapat yang benar adalah wanita
tersebut wajib mandi wajib jika suaminya ingin menyetubuhinya. Allahu
a’lam”[4].
Adapun terkait
dengan tobatnya, orang ini wajib bertobat karena melanggar larangan dalam ayat
dan tidak mau menaati firman Allah, yang artinya, “Jika mereka (para wanita) telah
bersuci maka silahkan datangi mereka (jima’) di tempat yang sesuai dengan perintah
Allah kepada kalian.” (QS.
al-Baqarah: 222). Tobatnya dengan dia menyesali perbuatan yang dia lakukan,
bertekad untuk tidak mengulangi, dan memperbanyak berbuat baik. Karena
perbuatan baik bisa menghapus dosa perbuatan buruk. Sesungguhnya Allah Dzat yang
Maha Pengampun dan Penyayang.
Referensi:
1. (Fatwa al-Islam: Tanya-Jawab, no. 1202)
Diterjemahkan oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.konsultasiSyariah.com
Diterjemahkan oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.konsultasiSyariah.com
2. Alhijroh.com
Ditulis oleh Aditya Budiman Bin Usman
Advertisement