Pertanyaan:
Apakah bedanya syariat dengan hakikat?
Jawab:
Selanjutnya penjelasan Ust. Muhammad
Mutawalli asy-Sya’rawi (dalam Anda Bertanya Islam Mejawab) menerangkan bahwa;
Anda melaksanakan syariat, berarti Anda
mengerjakan perintah Allah yang wajib tanpa alasan apa pun untuk
meninggalkannya. Misalnya soal shalat atau tiba waktu shalat. Anda bangun
kemudian wudhu dan kemudian shalat, berarti Anda telah mengamalkan syariat
dengan tata cara shalat yang benar.
Masalahnya adalah apakah dalam
mengerjakan itu Anda benar-benar hanya shalat karena Allah dan untuk Allah,
atau hanya riya? (pura-pura supaya orang melihat Anda shalat). Itulah yang
dimaksud hakikat yaitu melaksanakan syariat dengan hukum dan tujuan yang
dikehendaki Allah dalam mengamalkan syariat secara mendasar.
Baca Juga Bolehkah Suami Memakai Cincin ?
Baca Juga Bolehkah Suami Memakai Cincin ?
Jadi, syariat ialah melaksanakan
perintah wajib dengan segala bentuknya, sedangkan hakikat ialah melaksanakan
apa yang disyariatkan itu secara inti dan pokoknya.
Hakikat ialah rahasia antara seorang
hamba dengan Tuhannya. Allah dapat menilai apakah manusia dalam melaksanakan
syariat itu sebagaimana yang dikehendaki-Nya atau asalasalan saja. Hanya
sekadar selesai mengerjakan tugas.
Ada yang berpendapat,'"Barangsiapa
yang mengamalkan syariat tetapi tidak mengamalkan hakikat, sebenarnya dia
munafik."
Contohnya kejadian pada zaman
Rasulullah. Ketika itu orang-orang munafik ikut shalat bersama Rasulullah,
bahkan menempati barisan pertama. Dari segi syariat mereka mengamalkan, tetapi
dari hakikat lain lagi penilaiannya.
Bisa dimisalkan juga dari kejadian
sehari-hari pada sebuah kantor. Sang direktur yang rajin bekerja memerintahkan
kepada bawahannya supaya dalam bekerja
harus disiplin waktu, melarang makan dan minum dalam bekerja, dan memberi
sanksi
bagi yang melanggar.
Peraturan-peraturan itu ditaati oleh
pegawainya, tetapi
apakah si pegawai itu dalam bekerja
sesuai dengan yang dituntut oleh atasannya? Tegasnya, syariat ialah bentuk
ibadah, sedang hakikat adalah maksud yang dihadapkan oleh yang menetapkan
syariat.
Orang yang hanya mengamalkan syariat
saja tidak terdapat cahaya jernih pada wajahnya. Tetapi orang yang mengamalkan
hakikat akan terlihat pada wajahnya, kejernihan, cahaya, dan sinar yang cerah
(nur).
Sumber
Pustaka:
Sya’rawi,
Muhammad Mutawai. 2007. Anda Bertanya Islam Menjawab.
Diterjemahkan Oleh: Abu Abdillah Almansyur. Jakarta. Gema Insani
Advertisement