Sedih Jika Luput, Gembira Jika Dapat
Pertanyaan:
Mohon
keterangan tentang larangan Allah dalam firman- Nya,
"Kami
jelaskan yang demikian supaya kamujangan berduka cita terhadap
apayang luput dari kamu, dan supaya kamujangan terlalu gembira terhadap
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap
orangyang sombong lagi membanggakan diri." (al-Hadiid: 23)
Jawab:
Ketika
Allah hendak membimbing, meluruskan, dan mengarahkan gerak dan sikap manusia
dalam menghadapi gejolak dan perubahan kehidupan manusia, Allah swt. Menurunkan
ayat di atas.
Adanya
gejolak dan perubahan kehidupan manusia merupakan suatu yang alami bagi
manusia, baik mereka yang lurus mengikuti ajaran Allah maupun mereka yang
menyimpang dan menentang.
Oleh
karena itu, harus ada kekuatan untuk menghadapi gejolak- gejolak tersebut.
Selama manusia bersifat variabel (berubah- ubah) dan hidup dalam alam yang
berubah-ubah pula, dia harus menyiapkan diri menghadapi kenyataan tersebut.
Allah
swt. memperingatkan kita agar jangan berkiprah dalam gejolak tidak pada
waktunya dan bila waktunya berlalu hilangkanlah kesib.'kanmu terhadapnya,
kecuali mengambilnya sebagai pelajaran untuk menghadapi gejolak yang akan
datang. Apabila gejolak itu menyebabkan kamu putus asa, pesimis, dan lemah
ketahuilah bahwa kamu sendiri yang menghendaki untuk memperpanjang gejolak dari
yang lalu sampai akhir hidupmu, dan itu tidak sesuai dengan bimbingan akal
sehat.
Anda
harus menyadari bahwa hal-hal yang menyenangkan yang Anda peroleh terimalah
sebagai kenikmatan dari Allah dengan banyak bersyukur dan bertahmid pada-Nya.
Tetapi janganlah Anda merasa bangga dan bergembira secara berlebihan.
Pada
dasarnya kenikmatan itu bukanlah suatu yang menggembirakan kecuali jika Anda
mendapat taufik sehingga dapat memanfaatkan segala kenikmatan itu.
Segala
kenikmatan itu dapat menyusahkan dan menjerumuskan Anda, jika Anda tidak dapat
memanfaatkannya dengan baik.
Jangan
bergembira kecuali jika Anda dapat memastikan sasaran penggunaan kenikmatan
itu.
Anda
seharusnya menangguhkan kegembiraan yang berlebihan sampai datangnya taufik dan
petunjuk dari Allah dalam penggunaannya. Oleh karena itu, Allah menjelaskan
masalah itu dengan firman-Nya,
"Adapun
manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, dia berkata, 'Rabbku telah memuliakan.' Tetapi bila Rabbnya
mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata, 'Tuhanku
menghinakanku.'" (al-Fajar: 15-16)
Apakah
logika keduanya ini dibenarkan Allah? Seterusnya Dia menjelaskan dengan
sanggahan-Nya,
"Sekali-kali
tidak demikian, bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim.
Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. Dan kamu
memakan harta usaha dengan cava membaurkan (yang halal dengan yang
batil). Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaanyang berlebihan." (al-Fajr:
17- 20).
Kenikmatan
seperti di atas bukan untuk kebaikan Anda, bahkan merugikan Anda. Allah
tidak memuliakan Anda dengan pemberian itu, bahkan menempatkan Anda
dalam posisi yang sulit. Kemuliaan dari Allah bukanlah pada pemberian
itu, tetapi dalam penggunaan dan pemanfaatan dengan baik dan benar.
Lebih-lebih kalau kenikmatan itu menyebabkannya sombong dan membanggakan
diri, kerugianlah yang akan diperolehnya.
Sumber
Pustaka:
Sya’rawi,
Muhammad Mutawai. 2007. Anda Bertanya Islam Menjawab.
Diterjemahkan Oleh: Abu Abdillah Almansyur. Jakarta. Gema Insani
Advertisement