”Perempuan Sempurna”
(Catatan Untuk ISTRI yang berusaha HEBAT tanpa SUAMI HEBAT)
(Catatan Untuk ISTRI yang berusaha HEBAT tanpa SUAMI HEBAT)
Oleh: Afifah Afra
Bismillahirr Rahmanirr Rahim …
Siapakah Kau, Perempuan Sempurna?
Ketika akhirnya saya dilamar oleh seorang lelaki, saya luruh dalam
kelegaan. Apalagi lelaki itu, kelihatannya ‘relatif’ sempurna. Hafalannya
banyak, shalih, pintar. Ia juga seorang aktivis dakwah yang sudah cukup matang.
Kurang apa coba?
Saya merasa sombong! Ketika melihat para lajang kemudian diwisuda
sebagai pengantin, saya secara tak sadar membandingkan, lebih keren mana
suaminya dengan suami saya. Sampai akhirnya air mata saya harus mengucur begitu
deras, ketika suatu hari menekuri 3 ayat terakhir surat At-Tahrim.
Sebenarnya, sebagian besar ayat dalam surat ini sudah mulai saya
hafal sekitar 10 tahun silam, saat saya masih semester awal kuliah.
Akan tetapi, banyak hapalan saya menguap, dan harus kembali
mengucur bak air hujan ketika saya menjadi satu grup dengan seorang calon
hafidzah di kelompok pengajian yang rutin saya ikuti. Ini terjemah ayat
tersebut:
66:10. Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shaleh
di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua
suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari
(siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama
orang-orang yang masuk (neraka)”.
66:11. Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang
yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di
sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan
selamatkanlah aku dari kaum yang lalim”,
66: 12. dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka
Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia
membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia
termasuk orang-orang yang taat.
SEBUAH KONTRADIKSI
Ada 4 orang yang disebut dalam 3 ayat tersebut. Mereka adalah
Istri Nuh, Istri Luth, Istri Firaun dan Maryam. Istri Nuh (IN), dan Istri Luth
(IL) adalah symbol perempuan kafir, sedangkan Istri Firaun (IF) dan Maryam (M),
adalah symbol perempuan beriman.
Saya terkejut, takjub dan ternganga ketika menyadari bahwa ada
sebuah kontradiksi yang sangat kuat. Allah memberikan sebuah permisalan nan
ironis. Mengapa begitu? IN dan IL adalah contoh perempuan yang berada dalam
pengawasan lelaki shalih. Suami-suami mereka setaraf Nabi (bandingkan dengan
suami saya! Tak ada apa-apanya, bukan?).
Akan tetapi mereka berkhianat, sehingga dikatakanlah kepada
mereka, waqilad khulannaaro ma’ad daakhiliin…
Sedangkan antitesa dari mereka, Allah bentangkan kehidupan IF
(Asiyah binti Muzahim) dan M. Hebatnya, IF adalah istri seorang thaghut,
pembangkang sejati yang berkoar-koar menyebut “ana rabbukumul a’la.”
Dan Maryam, ia bahkan tak memiliki suami. Ia rajin beribadah, dan
Allah tiba-tiba berkehendak meniupkan ruh dalam rahimnya. Akan tetapi, cahaya
iman membuat mereka mampu tetap bertahan di jalan kebenaran. Sehingga Allah
memujinya, wa kaanat minal qaanithiin…
PEREMPUAN SEMPURNA
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda: ”Sebaik-baik wanita
penghuni surga itu adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad,
Asiyah binti Muzahim istri Firaun, dan Maryam binti Imran.” (HR. Ahmad 2720,
berderajat shahih).
Empat perempuan itu dipuji sebagai sebaik-baik wanita penghuni
surga. Akan tetapi, Rasulullah saw masih membuat strata lagi dari 4 orang
tersebut. Terpilihlah dua perempuan yang disebut sebagai perempuan sempurna.
Rasul bersabda, “Banyak lelaki yang sempurna, tetapi tiada wanita yang sempurna
kecuali Asiyah istri Firaun dan Maryam binti Imran.
Sesungguhnya keutamaan Asiyah dibandingkan sekalian wanita adalah
sebagaimana keutamaan bubur roti gandum dibandingkan dengan makanan lainnya.”
(Shahih al-Bukhari no. 3411).
Inilah yang membuat saya terkejut! Bahkan perempuan sekelas
Fathimah dan Khadijah pun masih ‘kalah’ dibanding Asiyah Istri Fir’aun dan
Maryam binti Imran. Apakah gerangan yang membuat Rasul menilai semacam itu? Ah,
saya bukan seorang mufassir ataupun ahli hadits.
Namun, dalam keterbatasan yang saya mengerti, tiba-tiba saya
sedikit meraba-raba, bahwa penyebabnya adalah karena keberadaan suami.
Khadijah, ia perempuan hebat, namun ia tak sempurna, karena ia
diback-up total oleh Rasul terkasih Muhammad saw., seorang lelaki hebat.
Fathimah, ia dahsyat, namun ia tak sempurna, karena ada Ali bin Abi Thalib ra,
seorang pemuda mukmin yang tangguh.
Sedangkan Asiyah? Saat ia menanggung deraan hidup yang begitu
dahsyat, kepada siapa ia menyandarkan tubuhnya, karena justru yang menyiksanya
adalah suaminya sendiri.
Siksaan yang membuat ia berdoa, dengan gemetar, “Ya Tuhanku,
bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku
dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim.” Siksaan
yang membuat nyawanya terbang, ah… tidak mati, namun menuju surga. Mendapatkan
rizki dan bersukaria dengan para penduduk akhirat.
Bagaimana pula dengan Maryam? Ia seorang lajang yang dipilih Allah
untuk menjadi ibunda bagi Nabi Isa. Kepada siapa ia mengadu atas tindasan
kaumnya yang menuduh ia sebagai pezina? Pantas jika Rasul menyebut mereka:
Perempuan sempurna…
JADI, YANG MENGANTAR ke Surga, Adalah Amalan Kita. Jadi, bukan
karena (sekadar) lelaki shalih yang menjadi pendamping kita. Suami yang baik,
memang akan menuntun kita menuju jalan ke surga, mempermudah kita dalam
menjalankan perintah agama.
Namun, jemari akan teracung pada para perempuan yang dengan
kelajangannya (namun bukan sengaja melajang), atau dengan kondisi suaminya yang
memprihatinkan (yang juga bukan karena kehendak kita), ternyata tetap bisa
beramal dan cemerlang dalam cahaya iman.
Kalian adalah Maryam-Maryam dan Asiyah-Asiyah, yang lebih hebat
dari Khadijah-Khadijah dan Fathimah-Fathimah.
Sebaliknya, alangkah hinanya para perempuan yang memiliki
suami-suami nan shalih, namun pada kenyataannya, mereka tak lebih dari istri
Nabi Nuh dan istri Nabi Luth. Yang alih-alih mendukung suami dalam dakwah,
namun justru menggelendot manja, “Mas… kok pergi terus sih,
sekali-kali libur dong!” Atau, “Mas, aku pengin beli motor yang bagus, gimana
kalau Mas korupsi aja…”
Benar, bahwa istri hebat ada di samping suami hebat. Namun, lebih
hebat lagi adalah istri yang tetap bisa hebat meskipun terpaksa bersuamikan
orang tak hebat, atau bahkan tetapi melajang karena berbagai sebab nan syar’i.
Dan betapa rendahnya istri yang tak hebat, padahal suaminya orang hebat dan
membentangkan baginya berbagai kemudahan untuk menjadi hebat. Hebat sebagai
hamba Allah Ta’ala!
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
www.fastabiq.com
Advertisement