Mata adalah penuntun dalam melakukan sesuatu, sedangkan hati adalah
penuntun sekaligus pendorong. Dalam hal nafsu hati
dan mata adalah sekutu yang mesra, hati berorientasi
kenikmatan atas pencapaian sedangkan mata lebih menikmati sebuah pandangan.
Namun jika suatu hal yang buruk terjadi maka dialog antara mata dan hati akan
saling menyalahkan dan saling mengolok-olok.
Dialog antara mata dan
hati pada saat hati mencela mata. “hai mata, kamulah yang menyebabkan ini
semua, kaulah awal yang membuatku menuju kebinasaan yang akirnya hanya
penyesalan karena aku(hati) hanya mengikuti beberapa waktu saja. Apakah engkau tahu, kamu telah menyalahkan firman Allah yang berbunyi
“hendaknya mereka menahan pandanganya”
Dialog antara mata dan hati tetap berlanjut dengan hati yang terus
menyudutkan mata, kau juga telah melanggar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam yang memiliki arti :
“memandang wanita adalah panah beracun dari
berbagai panah iblis. Barang siapa meninggalkanya karena takut kepada Allah wa
jalla, maka Allah akan memberikan balasan iman kepadanya yang akan didapati
kelezatannya didalam hatinya.” (HR. Ahmad)
Dialog antara mata dan hati terus berlanjut mengunakan Sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lainya yang terhadap pandangan.
“pandangan laki-laki terhadap keelokan
wanita adalah panah dari berbagai macam iblis yang beracun. Barang siapa
menghindar dari panah itu, maka Allah akan menggantinya dengan ibadah yang
membuatnya dia senang”.
Tidak ada kerusakan yang paling hancur dari pada kerusakan yang
dikarenakan oleh lidah dan mata. Barang siapa yang menjalani hidup denga
terpuji, maka ia harus menjaga lidah dan matanya.
Lalu dialog antara mata dan hati, dilanjutkan dengan sanggahan mata
terhadap hati yang mencoba untuk mencela mata.
Kau
selalu menzhalimi aku, sejak awal mulai sampai akhir. Kau kuatkan dosaku, padahal akau hanya sebuah utusan yang selalu
menuruti apa yang diperintahkamu. Engkau adalah seorang raja (hati)
dan kami hanya rakyat yang harus mengikuti apa yang diperintahkan rajanya. Jika
engkau menyuruhku untuk melakukan kebaikan maka akan kuturuti dengan senang
hati, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah berkeputusan dengan sabda: “sesungguhnya didalam
tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya,
dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal darah
itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainya)
Abu Huraira radhiyallahu ‘anhu menggambarkan jika hati dan mata ini di
analogikan sebagai sebuah kerajaan, maka hati adalah raja sedangkan anggota
tubuh lainya adalah para pasukanya. Jika seorang raja memiliki sifat yang
buruk, maka buruklah yang ada pada kerajaan tersebut. Jika
hati di berikan sebuah pandangan maka rusaknya pengikutnya karena kerusakan
raja atau hatinya tersebut. Allah juga berfiman
kepada mereka yang dalam kondisi krisis
“sesungguhnya bukan mata yang buta,
tetapi yang buta ialah hati yang berada di dalam dada” (Al-Hajj :46)
Begitulah kira-kira dialog antara mata dan hati, lalu ketika menemui
sebuah masalah siapa yang harus menanggung beban, jawabanya adalah kedua-duanya.
Advertisement