Iman Kepada Hari Akhir |
Barangsiapa
Beriman Pada Allah dan Hari Akhir maka Hendaklah Ia...
Seringkali sebuah ilmu itu baru merasuk ke dalam diri kita setelah
berulang kali kita mendengarnya, bahkan lebih bisa merasuk lagi dan lebih dapat
kita jangkau kedalaman maknanya setelah menyimaknya ke sekian kali.. mungkin
materi ini sudah sering kita dengar dan kita pelajari di bangku SD, SMP, SMA.
Namun, begitu saya mendapat materi ini, ada tingkatan pemaknaan yang lebih
tinggi lagi terhadap Iman kepada hari Akhir ini, apalagi kaitannya yang indah
antara aqidah, fiqh dan kemuliaan akhlaq.
Iman kepada Hari Akhir. Ada hal
yang kurang tepat dipahami oleh umat Islam tentang rukun iman yang ke 5 ini.
Hari akhir di sini kadang dipahami sebagai hari kiamat. Jadi percaya, beriman,
akan terjadinya Kiamat. Padahal kiamat hanyalah bagian kecil dari hari Akhir atau persisnya
merupakan proses dan peristiwa yang ada dan terjadi pada hari Akhir. Tapi hari
akhir itu bukan hanya Kiamat. Karena hari akhir itu sudah dimulai sejak sebelum
terjadinya hari Kiamat, yaitu kematian yang bisa membuat
seseorang hidupnya berakhir dan mengantarkannya ke alam barzah (alam
kubur). Alam kubur pun adalah bagian dari hari Akhir. Sehingga orang yang
mengimani hari akhir harus mengimani adanya Alam Barzah.
Sehingga kalau orang mengatakan
bahwa ia beriman (percaya) pada hari Akhir, maka ia harus bisa memberikan buktinya,
bukti bahwa ia percaya dengan hari Akhir. Bukti itu adalah
pada iman yang disertai dengan amal sholih. Itulah mengapa sering kali iman
kepada Allah itu sering dihubungkan dengan iman kepada hari Akhir.
Tanda/Bukti bahwa orang itu
beriman kepada Allah dan hari Akhir adalah:
1. Memuliakan Tamunya
“..Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya..” (HR Ahmad
dan Abu Daud).
Kita ada urusan penting yang
harus diselesaikan, sedang mengejar deadline tugas kuliah dan laporan, eh
tiba-tiba datang tamu. Pada saat ditanya, “Ada apa?”. “Hehe, cuma mampir
aja kok. Pengen ketemu aja.” Bagaimana kita menghadapi tamu ini? ikhlaskah
kita?
Di sinilah iman kita diuji.
Mana yang kita anggap penting, urusan kita atau memuliakan tamu kita. Kalau
kita benar beriman kepada Allah dan hari akhir, maka kita akan memuliakan tamu
tersebut. Kita akan menyimpulkan bahwa urusan kita memang penting, tapi
memuliakan tamu jauh lebih penting. Siapa yang menyuruh tamu ini datang?
Allah...Allah lah yang menggerakkan hatinya untuk mampir ke rumah kita karena
Allah ingin menguji kita.
Bukti kita memuliakan tamu :
1. Mempersilahkan ia masuk dengan ramah
2. Mendengarkan pembicaraannya
3. Menyuguhkan dengan suguhan terbaik
4. Menempatkan tamu dengan tempat yang terbaik
Ketika kita sudah menyuguh
dengan sebaik mungkin, ada komentar yang tidak enak tentang suguhan kita. “Uh,
Tehnya pait ni”. Setelah itu ia bilang mau menginap tiga hari di tempat kita.
Bagaimana perasaan kita?. Keimanan dan keikhlasan kita diuji lagi. Dalam hati,
“Duh, jangan sekarang, saya lagi ada urusan penting ni”
Rasulullah SAW bersabda, “..Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya, yakni
memberikan ja-izah (hadiah) kepadanya.” Para
sahabat bertanya, ” Apa Ja-izah-nya, wahai Rasulullah ?” Nabi menjawab.
“Sehari-semalam dan perjamuan tiga hari tiga malam. Apabila telah lewat tiga
hari tiga malam, segala apa yang telah kita berikan kepada tamu (umpamanya
makan dan minium) dihukumkan sebagai sedekah.”(HR Ahmad dan Abu
Daud).
Keikhlasan kita dalam menyambut
tamu itu adalah tergantung kadar iman kita kpd Allah dan Hari Akhir. Maka
Ikhlaslah sampai beliau pergi dengan sukarela.
2. Memuliakan tetangga
“Barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan
tetangganya;..(HR.Ahmad dan Abu Daud).
“...Barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah dia menyakiti tetangganya..”
(HR.Bukhari an Muslim)
Tetangga itu 40 rumah ke kanan,
kiri, depan, dan belakang. Tetangga kos juga termasuk tetangga J. Sudahkah kita memuliakannya? Melakukan apa yang
mereka sukai dan tidak melakukan apa yang mereka tidak sukai. Misal : menyetel
lagu/musik. Meskipun itu nasyid, kalau tetangga kita merasa terganggu sebaiknya
jangan menyalakan atau dikecilkan suaranya. Pada waktu lewat di depan
rumahnya, tidak ngebut naik kendaraaannya, karena beliau punya anak kecil. Lalu
juga menyapa beliau pada saat kita lewat dan bertemu beliau. Sesekali mengantar
makanan ke rumah beliau, dan hal-hal lain yang bisa membuat beliau senang.
Minimal demikian bentuk memuliakannya.
3. Berkata baik atau DIAM
“..Barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam
saja.”(HR Al-Bukhari dan Muslim).
Ini hal memang tidak mudah.
Kriteria perkataan yang baik adalah perkataan yang ada manfaatnya. Yaitu perkataan
yang kalau saya tidak mengatakannya, maka akan menimbulkan kesulitan bagi diri saya dan orang lain.
Tapi jika saya tidak bicara, tidak akan ada masalah dan tidak ada kesulitan yang timbul, maka diam menjadi lebih
baik.
Di sisi inilah kita betul-betul
diuji kadar imannya pada Allah dan hari akhir. Di jalan kita melihat ada
peristiwa tabrakan. Sesampainya di rumah kita cerita peristiwa itu. Adakah
manfaatnya? kalau kita tidak bercerita tentang itu apakah akan menimbulkan kesulitan?
Sebenarnya tidak ada manfaatnya kita cerita tentang itu. Lebih baik diam,
kecuali kalau kita tahu kalau yg kecelakaan itu adalah tetangga. Kalau
tidak segera diceritakan, maka akan menimbulkan kesulitan.
Melihat kupu-kupu yang indah, cerita. Melihat sampah, cerita. Melihat halaman atau
jalan yg penuh lobang, cerita. Meskipun bisa jadi cerita-cerita demikian akan
memberi manfaat. Ukurannya penting atau tidaknya pembicaraan itu gampang : lihat manfaatnya,
apakah ini akan menimbulkan manfaat untuk dia dan saya. Yang kita bicarakan
nyambung ke si A, belum tentu nyambung ke si B. Daripada cerita hal-hal yang
sangat sepele dan tidak ada manfaatnya, lebih baik bercerita hal-hal
yang lebih bermanfaat.
Berkata dalam hati pun termasuk
berbicara. Sms-an, chatting, update status fb/twitter, baca buku. Bikin status
di Fb/Twitter : “:Duh panas banget ni..”, adakah manfaatnya?
“Waduh, motorku ga bisa keluar
ni” adakah manfaatnya kita berkata demikian? tidak ada manfaatnya. Ngeluh
sandal terbalik, dan perkataan-perkataan tidak penting lainnya. Mengeluh itu
tidak ada manfaatnya. Mulai saat ini cermati betul apa yang akan kita katakan.
Saya berkata, apa manfaatnya dan kalau tidak berkata apa manfaatnya. Jika itu
manfaat maka ucapkan, jika tidak, maka diam saja.
Sering kita
tergelitik untuk bercerita pada saat kumpul dengan teman-teman. Bercerita yang
tidak penting. Padahal sebenarnya waktu kita untuk ngomongin hal yang “geje” atau tidak
penting sama sekali tersebut bisa kita manfaatkan untuk mengerjakan hal-hal
yang lebih manfaat.
Misalnya, kita curhat untuk
meringankan beban yang kita
rasakan. Curhat bisa kepada manusia, bisa kepada Allah. Tapi sebenarnya lebih
enak kalau kita curhat
kepada Allah. Kita ungkapkan hal-hal yang mengganjal, insya Allah lebih plong. Sampaikan di
keheningan malam, pada saat berdua dengan Allah, sampaikan apa pun yg kita
rasakan. Bahkan di setiap saat pun bisa. Jika kita cerita ke manusia, tanggapan
manusia bisa jadi tidak solutif dan tidak melegakan. Allah punya solusi atas segalanya, karena semua kekuasaan ada di
tangan-Nya. Juga paling aman jika bercerita pada-Nya.
Tapi boleh juga kalau ingin
curhat kepada manusia, asalkan dengan 2 syarat :
Yang pertama,
dia memang orang yang tepat.
Jangan curhat dgn orang yg
tidak tepat, misalnya ke adik kita yang masih kecil, hehe. Kita harus yakin
kalau curhat ke orang tersebut ada solusi. Curhatlah pada orang yg semestinya,
ia bisa memberikan solusi atas apa yang sedang kita hadapi. Misalnya seorang istri curhat masalah
suaminya kepada ibu mertuanya.
Yang kedua : curhat itu boleh, tapi
tidak boleh ada nada Mengeluh dan Kesal. Kalau orang dasarnya mengeluh, berarti dia kecewa. Kalau sudah kecewa, curhat itu belum
tentu bisa jadi solusi. “Dia sebenarnya baik, aktivis, pinter, saya salut
dengan dia. Hemm, tapi manajemen waktunya masih amburadul,
barang-barangnya masih bertebaran dimana-mana. Kaos kaki yang sebelah kanan
dimana, kaos kaki yang kiri dimana. Mana bau lagi. Nah,
nada kesal seperti ini yang tidak boleh.
Iman kita kepada hari akhir ini
terus menerus diuji oleh Allah swt. Pastikan kita selalu lulus menghadapi ujian
tersebut. Itulah yg akan menentukan kita apakah sudah benar-benar masuk ke
dalam porses hari akhir. Dimana hari akhir itu sudah mulai berproses saat
datangnya malaikat Izrail.
Semoga kita bisa mempunyai
proses hari akhir yang indah.. Dijemput Izrail dengan senyuman keimanan.. Aamiin.
***
By: Zunie Oce ^^
*Ditulis dari kelas
Aqidah PM Darush Shalihat oleh Ustadz Syatori Abdurrouf (Ketua IKADI
Sleman)
Advertisement