Memaafkan |
Memaafkan
adalah amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap
gangguan yang ditimpakan orang kepadanya serta memaafkan kesalahan orang
padahal ia mampu untuk membalasnya. Gangguan itu bermacam-macam bentuknya.
Adakalanya berupa cercaan, pukulan, perampasan hak, dan semisalnya. Memang
sebuah kewajaran bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang
menyakitinya. Dan dibolehkan seseorang membalas kejelekan orang lain dengan
yang semisalnya. Namun alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya.
Jangan
sampai kita malah membenci dan mendendam orang yang menyakiti kita, karena kita
akan sama seperti mereka.
Ketahuilah,
Harga hukuman (qisash) yang paling mahal adalah yang harus dibayarkan
oleh seorang pendendam dan pendengki saat ia mendengki orang lain. Pasalnya, ia
harus membayar semua itu dengan hati, daging, darah, perasaan, kedamaian,
ketentraman, dan kebahagiaannya. Maka, betapa meruginya seorang pendengki.
Memaafkan orang yang pernah menzalimi kita. Sikap ini
bukan hal yang gampang dilakukan oleh setiap orang. Perlu kekuatan jiwa yang
tercermin pada sifat sabar dan membuang dendam serta berharap imbalan dari
Allah SWT. Allah SWT. berfirman: “dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar. (Fusshilat: 34-35).
Dalam ayat lain disebutkan: “maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang
yang zalim”. (Asy Syuraa: 40).
Imbalan
yang diberikan Allah SWT. begitu besar sehingga Al-Qur’an menyebutnya dengan
keuntungan yang besar. Dan Sifat pemaaf menjadikan seseorang terhormat baik di
mata Allah SWT. maupun di mata manusia. Rasulullah Saw. bersabda dalam hadits
yang diriwayatkan Abu Hurairah:
وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا
“Allah
SWT. hanya menambah kemuliaan bagi seseorang sebab memberi maaf”. (HR. Muslim).
Sifat pemaaf tidak menggambarkan kelemahan
seseorang, justru sifat tersebut mengisyaratkan kekuatan karakter. Sifat pemaaf
yang sebenarnya adalah ketika seseorang mudah memaafkan orang lain tetapi ia
mampu untuk membalas. Ia memaafkan dalam kondisi kuat, tidak lemah. Begitulah
yang dicontohkan Rasulullah Saw. ketika Fathu Mekah. Setelah Rasul dan para
Sahabat memiliki kekuatan di Madinah dan ingin membuka Mekah. Kufar Quraisy
Mekah yang seringkali menganiaya dan bahkan berupaya membunuh Rasul Saw. dan
para Sahabat merasa panik dan cemas; bahwa Rasul Saw. dan para Sahabat akan
membalas dendam. Itulah yang dikatakan oleh Sa’ad bin Ubadah Al-Anshori: “hari
ini hari potong daging, hari ini Allah akan menghinakan Quraisy”. Mendengar
perkataan itu Rasulullah Saw. langsung meluruskan dan bersabda: “hari ini
adalah hari kasih sayang, hari ini Allah memuliakan Quraisy dan mengagungkan
Ka’bah”.
Allah
telah mengabarkan kepada kita tentang obat dan penyembuhan dari penyakit ini,
{Dan,
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.}
(QS.
Ali 'Imran: 134)
{Jadilah
kamu pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.}
(QS.
Al-A'raf: 199)
{Tolaklah
(kejahatan) itu dengan cara yang lebih baik, dan tiba-tiba orang yang antara
kamu dan dia ada permusuhan, seolah-olah dia telah menjadi teman yang amat
setia.}
(QS.
Fushshilat: 34)
Daftar Pustaka
'Aidh
al-Qarni, 2004, La Tahzan, Jangan Bersedih (hal. 93-94), diterjemahkan oleh:
Samson Rahman. Jakarta: Qisthi Press.
Al-Ustadz
Abu Muhammad Abdulmu’thi, Lc., Memaafkan
Kesalahan dan Mengubur Dendam, (online), (asysyariah.com)
Ust.
Ahmad Yani, MA., Sifat Calon Ahli Surga , (online), (ikadi.or.id)
Ust Abu Syauqie Al Mujaddid, Haruskah kita memaafkan orang
yang telah menzalimi dan menyakiti kita?, (online),
(solusiislam.com)
Advertisement