Apakah Terlalu Sadis Hukum Potong Tangan bagi Pencuri?
Pertanyaan:
Masyarakat
di luar Islam menuduh, hukuman potong tangan (sampai pergelangan) terhadap
pencuri merupakan perbuatan biadab dan sadis.
Bagaimana
menyanggah tuduhan itu?
Jawab:
Terhadap
pencuri memang harus dilakukan tindakan pencegahan (pembatasan) dan hukuman.
Kedua tindakan bukan hanya perlindungan dan pengamanan terhadap harta saja,
tetapi juga perlindungan dan pengamanan terhadap laju pertumbuhan dan kehidupan
perekonomian masyarakat agar tidak terhenti.
Orang
yang bekerja keras untuk memperoleh harta bila hartanya dicuri atau dirampas
atau dirampok kemudian pencuri dan perampoknya dihukum ringan pasti akan patah
semangat dan patah hati untuk bekerja yang lebih giat, yang tentu dapat
merugikan banyak orang dan merugikan pembangunan negara. Apabila orang enggan
membangun perumahan karena lingkungannya kurang aman disebabkan banyak terjadi
pencurian dan perampokan, yang akan ikut mengalami kerugian adalah pabrik
semen, besi, perusahaan perkayuan, genting, ubin, angkutan, dan Iain-lain.
Memotong
tangan pencuri sampai pergelangan berarti membatasinya dari melakukan pencurian
berulang-ulang dan juga mencegah terhadap orang lain.
Di
negara-negara Islam, pencuri-pencuri yang dipotong tangan sangat sedikit. Ini
merupakan bukti nyata bahwa hukuman tersebut telah mampu mencegah orang
melakukan pencurian.
Mencuri
berarti mengambil barang atau harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dari
tempat simpanannya. Berbeda antara mencuri dengan menjambret, merampas,
mencopet, atau merampok.
Islam
menetapkan batas minimal tertentu bagi kadar hukum terhadap pencuri yang
dihukum potong tangan, yaitu senilai seperempat dirham uang emas.
Apabila
seorang mencuri sekadar kebutuhan hidup yang disebabkan karena desakan perut,
tidak dapat dikenakan hukuman seperti itu.
Ada
pula orang yang mempersoalkan apakah seperti pencuri yang mencuri empat dirham
emas patut dihukum potong tangan?
Sebetulnya
yang menjadi pokok permasalahan adalah amanah.
Seorang
penyair menulis,
"Kemudian
amanah paling berharga, yang paling rendah dan hina
adalah khianat. Ketahuilah hikmah hukum Allah
Maha
Pencipta."
Ini
merupakan syariat Allah yang mempunyai lAndasan hukum dan peraturan dan bukan
syariat ciptaan manusia yang berlAndaskan hawa nafsu dan tidak teratur.
Hukum
dan peraturan Allah penuh cermat dan bijaksana, misalnya ketika Khalifah Umar
bin Khaththab r.a. pernah mengumumkan pembatalan tindakan hukuman terhadap
orang yang mencuri karena lapar pada waktu terjadi kemarau panjang yang dahsyat
dan kelaparan di seluruh negeri.
Tuduhan
masyarakat di luar Islam tentang hukuman potong tangan terhadap pencuri
merupakan suatu hal yang sadis dan kejam, sama sekali tidak benar. Seperti
halnya hukuman mati terhadap pembunuhan. Mereka melihat pada nasib pembunuh
tetapi tidak menilai nasib korban yang mati terbunuh.
Sebelum
pemerintahan Arab Saudi berkuasa, para jamaah haji selalu menjadi sasaran
perampok dan pembegal. Tetapi setelah pemerintahan Saudi menerapkan hukuman
potong tangan terhadap pencuri, perampok, dan pembegal, tidak ada lagi orang
yang berani melakukan perbuatan itu.
Sejarah
mencatat bahwa sampai zaman Nabi Musa a.s. hukuman terhadap pencuri ialah dia
(pencuri) menjadi budak sahaya bagi orang yang dicuri hak miliknya.
Ketika
adik Nabi Yusuf a.s. diketahui mencuri takaran emas milik raja yang berupa
piala, dia ditahan dan dijadikan budak. Hukuman seperti itu memang syariat Nabi
Ishaq a.s. dan Nabi Yaqub a.s.
Para
pengawal istana berkata kepada saudara-saudara Yusuf, "Kami kehilangan
piala raja dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya."
Saudara-saudara
Yusuf menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya kami datang bukan untuk membuat
kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah pencuri."
Mereka
berkata, 'Tetapi apa balasannya kalau ternyata kamu pendusta."
Saudara-saudara
Yusuf berkata, "Balasannya ialah pada siapa ditemukan (barangyang
hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya). Demikianlah
kami memberi balasannya, kepada orang-orang yang zalim." (Yusuf: 75)
Hikmah
dari hukuman itu ialah agar pencuri kecil tidak dibiarkan bebas tanpa dihukum,
sebab khawalir akan meningkat menjadi pencuri besar yang dapat merusak
kok'iiangan, ketenteraman, dan keamanan masyarakat.
Apabila
salah satuanggota tubuh luka dan menurut dokter akan menjalar dan meracuni
seluruh tubuh sehingga dapat mengakibatkan kematian, tentu bagian tubuh itu
harus dipotong (amputasi) untuk menyelamatkan jiwanya. Begitu pula pencuri yang
harus ditindak demikian untuk menyelamatkan masyarakat.
Pertanyaan:
Apakah
pencuri yang tobat dapat dibebaskan dari hukuman?
Jawab:
Allah
swt. berfirman,
"Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana. Barangsiapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) dan
memperbaiki diri, sesungguhnya Allah menerima tobat. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (al~Maa'idah: 38-39)
Dalam
ayat ini Allah mendahulukan sebutan pencuri lakilaki. Berbeda dengan ayat
tentang perzinaan, yang disebut lebih dahulu perempuan yang berzina.
Firman
Allah
"Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, deralah tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera." (an-Nur: 2)
Hal
ini disebabkan karena laki-laki lebih gemar mencuri, sedangkan wanita
gemar, bahkan pemeran utama berlakunya perzinaan.
Sesuai
ayat 38-29 surah al-Maa'idah ini, Allah swt. Membuka pintu tobat agar
menjadi rahmat bagi masyarakat, tobatnya merupakan rahmat bagi
masyarakat.
Tobat
yang diterima bukan hanya dengan ucapan dan janji, tetapi dengan niat
untuk tidak mengulangi perbuatannya dan memperbaiki akibat kejahatannya.
Memperbaiki akibat kejahatan dalam hal pencurian ialah dengan
mengembalikan barang yang dicuri kepada pemilik yang sah dan minta maaf
kepadanya, dan menjadi kewajiban bagi yang menerima kembali barangnya
untuk memberi maaf dan menghilangkan dendam dari hatinya. Itu dapat
dilakukan jika pemiliknya diketahui.
Tetapi
banyak pencurian terjadi dalam kendaraan angkutan umum, atau di tengah
kerumunan di pasar atas di tempat ramai lainnya. Dalam hal seperti ini, bila
diketahui alamatnya dapat mengirimnya lewat pos, atau bila tidak uang itu
disedekahkan kepada badan sosial Islam atau fakir miskin. Pahala sedekah itu
untuk si pemilik barang yang telah menjadi korban pencurian.
Pencuri
yang bertobat tidak usah takut atau malu bila perbuatannya terbongkar, dan dia
tak perlu menceritakannya kepada orang lain. Malu di dunia lebih ringan dari
terbongkarnya kejahatan di akhirat kelak.
Jika
dia sudah bertobat dengan mengembalikan barang curian kepada pemiliknya, dia
tidak dapat dikenakan tuntutan hukum.
Sumber
Pustaka:
Sya’rawi,
Muhammad Mutawai. 2007. Anda Bertanya Islam Menjawab.
Diterjemahkan Oleh: Abu Abdillah Almansyur. Jakarta. Gema Insani
Advertisement